Dibalik jendela kaca jendela yang pasrah dikecup titik-titik air
Ada jiwa yang bersusah payah hangatkan dada
Dengan secangkir teh bercampur air mata
Ia terus saja meneguk pilu hingga lupa apa itu bahagia
Ada penyesalan di setiap tegukannya
Berharap maaf akan terbalaskan
Hingga mengemis kesempatan pada waktu
Sayang, hati telanjur patah pun kepercayaan telah terkhianati
Disudut langit, diatas awan yang gelap
Pemuda itu hanya bisa menitipkan rindu
Meski tak terlihat mata, pun tak terdengar telinga
Semoga hati bisa merasa, pintanya
Langit serasa akan runtuh
suara gemuruh itu terus saja bersahutan
angin sepoi-sepoi siap membawa rindu
Ia bergerak menunggangi awan yang hitam sedari tadi
Rindu memang berarti ketika sapa tak lagi terucap
Karena memilih bisu diantara ribuan khilaf
Ketika tanya tak lagi terdengar
Hilang di tepian amarah, melebur bersama kecewa
Puing-puing rindu miliknya tak pernah memilih langit
Pun tak perlu ijin langit untuk berada disana
Namun saat tiada tempat mengadu dan berlabuh
juga saat penyesalan terus mengulitinya
Mungkin kepala tegak yang dulu dipalingkannya darimu akan membungkuk
Jemari angkuhnya yang dulu membekas di pipi kirimu akan dikatub
lalu mata nakalnya yang dulu melirik ke arah wanita lain akan bercucuran air mata
Hingga jeritan penyesalan akan terdengar
.......
Angin, tolong sampaikan rinduku
Yang ku titipkan diatas pundak awan
Kepada makhluk Tuhan yang Istimewa itu
Aku rindu Semua yang ada pada dirinya
Aku menyesal, maafkan aku
.....
Terlambat, luka tak pernah benar-benar sembuh
Selalu ada bekas yang terus mengingatkan
Kesempatan selalu ada, tapi tidak untuk cerita yang sama
Kita bisa pura-pura lupa, tapi tidak menolak lupa
Atambua, 02 Oktober 2019
Tonton videonya dibawah ini 👇
0 Comments