Advertisement

Responsive Advertisement

Terlambat




Dibalik jendela kaca jendela yang pasrah dikecup titik-titik air
Ada jiwa yang bersusah payah hangatkan dada
Dengan secangkir teh bercampur air mata
Ia terus saja meneguk pilu hingga lupa apa itu bahagia

Ada penyesalan di setiap tegukannya
Berharap maaf akan terbalaskan 
Hingga mengemis kesempatan pada waktu
Sayang, hati telanjur patah pun kepercayaan telah terkhianati

Disudut langit, diatas awan yang gelap
Pemuda itu hanya bisa menitipkan rindu 
Meski tak terlihat mata, pun tak terdengar telinga
Semoga hati bisa merasa, pintanya

Langit serasa akan runtuh
 suara gemuruh itu terus saja bersahutan
angin sepoi-sepoi siap membawa rindu
Ia bergerak menunggangi awan yang hitam sedari tadi

Rindu memang berarti ketika sapa tak lagi terucap
Karena memilih bisu diantara ribuan khilaf
Ketika tanya tak lagi terdengar
Hilang di tepian amarah, melebur bersama kecewa

Puing-puing rindu miliknya tak pernah memilih langit 
Pun tak perlu ijin langit untuk berada disana
Namun saat tiada tempat mengadu dan berlabuh
juga saat penyesalan terus mengulitinya

Mungkin kepala tegak yang dulu dipalingkannya darimu akan membungkuk
Jemari angkuhnya yang dulu membekas di pipi kirimu akan dikatub
lalu mata nakalnya yang dulu melirik ke arah wanita lain akan bercucuran air mata
Hingga jeritan penyesalan akan terdengar
.......

Angin, tolong sampaikan rinduku
Yang ku titipkan diatas pundak awan
Kepada makhluk Tuhan yang Istimewa itu
Aku rindu Semua yang ada pada dirinya 
Aku menyesal, maafkan aku
.....


Terlambat,  luka tak pernah benar-benar sembuh
Selalu ada bekas yang terus mengingatkan 
Kesempatan selalu ada, tapi tidak untuk cerita yang sama
Kita bisa pura-pura lupa, tapi tidak menolak lupa


Atambua, 02 Oktober 2019


Tonton videonya dibawah ini 👇



Post a Comment

0 Comments