Advertisement

Responsive Advertisement

365 of 365 - Story Of My Life


.......


Selamat jalan salah satu tahun istimewa abad ini, tahun belasan yang terakhir. 365 hari berlalu tanpa terasa. Suka dan duka, tangis dan tawa, jatuh dan bangun senantiasa mengiringi perjalanan panjang bernama perjuangan menjadi manusia. Singkatnya tahun ini, kehidupan mengajarkanku banyak hal tentang kenapa aku dikirim ke dunia ini.

Sejak Selasa dinihari pukul 02:05 WITA terhitung 1 Januari 2019.

Pangkal tahun kemarin ku mulai dengan sederet kata indah yang dibungkus dengan emoticon hati, disampaikan saat kota karang dipenuhi ribuan petasan yang mewarnai langit malam, "happy new year kak Edy",katanya. 
Sederhana namun bermakna lebih. Semestaku berhenti berputar, menggenggam erat kata-kata ini sambil tersenyum dari kejauhan, " Tuhan, ijinkan aku terus memilikinya karena-Mu, aku tak ingin yang lain", pintaku. 
Januari terasa begitu indah, setelah terpisah oleh jarak,rindu kembali menemukan penawarnya, dirimu. 
Januari, aku pernah jatuh cinta tapi tak pernah sedalam ini, aku pernah merindu tapi tak pernah secepat ini.

Senin, 17 Februari 2019- sesuatu yang berbeda

Januari pergi. Kemudian diganti Februari. Awal segala rencana mungkin dibangun. Aku tak pandai meramal, tapi aku tahu ada yang sedang kau persiapkan, pelan-pelan menjauh sambil mengumpulkan keberanian mengutarakan niatmu. Namun mungkin semesta tak ingin aku terlalu lama diselimuti dusta. Aku tahu segalanya sebelum kau utarakan keinginan hatimu. Rembulan yang sebelumnya bersinar begitu terang, perlahan redup hingga nyaris tak bercahaya. Rupanya kamu begitu rapi menyembunyikan kegelisahan dalam senyum manismu. Aku yang hanya tahu mencintaimu tiada henti menuliskan namamu di tiap sudut cakrawala. Sementara kamu terus berusaha menghapusnya. 
Februari, aku pernah merasakan ketakutan, tapi takut yang pernah ku rasakan itu tak separah ini; saat takut kehilangan dirinya.

Rabu, 13 Maret 2019- Patah terparah 

Puncak segala kebingungan, ketakutan dan kecemasanmu berakhir;melepaskan jemarimu dari genggamanku. Semesta memberiku patah saat aku harus menyelesaikan kewajibanku, menjadi sarjana. Ku rasakan duniaku hancur. tangan yang terlepas itu ikut membawa segala yang ku punya; hati,cinta dan kepercayaan. Biar ku persingkat, aku kehilangan diriku sendiri saat aku telah kehilanganmu.
Maret, aku pernah merasakan patah dan itu tidak berakibat baik, tapi patah yang kau beri ini rasa sakitnya berkali lipat. 

Senin, 1 April 2019- merangkak merangkai tawa

Perlahan-lahan merangkak, Ku lewati tangga pertama rintangan menggapai tujuan aku berada di kota itu, seminar proposal;pintu pertama menuju perpisahan dengan almamater. Lagi-lagi semesta bermain peran, menghadirkanmu saat itu. Aku masih mengingatnya dengan jelas, setelan hitam dengan jilbab kuning gadingnya, "ah kamu sangat cantik, sungguh aku menyerah, mari kembali berpura-pura". Aku tak tahu harus senang atau sedih, satu yang pasti aku harus tetap tersenyum sekalipun hati merana, menangis sejadi-jadinya. 
April, terima kasih sudah mencoba menghiburku tapi sungguh aku benci rasa kasihan yang beri ini.

Senin, 06 Mei 2019- mungkinkah ini perpisahan?

Saat itu waktu tepat pukul 00:01, ponsel berbunyi pertanda ada pesan WhatsApp yang masuk, rupanya sebuah ucapan selamat ulang tahun darimu. Hanya ucapan selamat. Kemudian diikuti dengan cerpen pada pukul 00:08 WITA yang memporak-porandakan jagatku. Ada ucapan selamat tinggal terlampir disana. Aku tahu kenapa ucapan selamat ulang tahun dikirim terpisah dengan cerpennya, mungkin kami ingin jadi yang pertama mengucapkan selamat. Kamu melakukannya dengan tepat, kamu orang pertama. Aku tersenyum dengan mata berkaca-kaca, "dasar bocah ngeselin, tidak tahu kapan waktu yang tepat mengucapkan selamat tinggal". 
Ku kira hanya sampai disitu. Nyatanya tidak. Kamu datang lagi malam itu. Bersama dengan orang-orang kepercayaanmu, kamu bersinar dari balik gelap yang mulai menyelimuti malam, dengan kue ditanganmu kau datang seolah tidak terjadi apa-apa. Sungguh aku ingin menangis saat itu. Aku tak tahu kenapa kamu melakukannya, namun jika ini bagian dari upaya balas budi, jujur itu menyakitiku terlalu dalam. Apapun itu terima kasih untuk perjuangannya, terima kasih untuk usahanya, aku mengingatnya dengan sebaik mungkin.
Mei, terima kasih untuk hadiah perpisahan ini. Aku tak ingin menjadi buruk dengan mengira-ngira semua yang terjadi. Namun aku tahu, kamu ingin meninggalkan kesan yang baik saat pergi. Kamu sudah melakukannya dengan benar. Aku bahagia sekaligus tersakiti lebih parah.

Minggu, 23 Juni 2019- porak-poranda

Perlahan, aku mencoba menata hati agar kembali fokus pada tujuan awal aku datang ke ibu kota provinsi ini. Melakukan penelitian disaat hati sedang patah sama saja dengan dipaksa berjalan di atas bara api, sungguh itu sangat menyiksa.  Tepat tanggal dua puluh tiga, terpampang sebuah nama dengan emoticon hati di kolom bio WhatsApp. Rupanya nama pangeranmu, dia yang sudah memenangkanmu saat aku yang selama ini menenangkanmu. Bravo, ku ucapkan dari kejauhan saat kebenarannya dikonfirmasi oleh hembusan angin;kamu sudah menemukan tambatan hatimu.  
Hidup memang harus berlanjut, tapi tak harus secepat skip iklan di YouTube, tak harus secepat klik like di halaman Facebook. Tak bisa secepat itu, kecuali jika yang kita tinggalkan sungguh sangat tidak berarti. 
Juni, aku pernah merasakan perjuangan yang berat, tapi tak pernah seberat ini. Pernah menangis tapi tak pernah seseduh ini.

Selasa, 23 Juli 2019- pertarungan terakhir dunia akademis

Selasa menjadi saksi betapa aku benar-benar telah menang dari pertarungan mendapatkan gelar sarjana. Sidang skripsi. Aku memulainya dengan bangga, Ku tahu ku tak sendiri, ada doa ibu yang terus bergema dari kejauhan. Ada bismillah yang terus terucap dalam hatimu diluar ruangan. Juga ada restu ayah dari taman surga. Aku pikir Senjataku lengkap, aku pasti menang.
Juli, terima kasih untuk hadiah luar biasa ini. Kamu telah menjadikanku manusia yang benar-benar berguna.

Agustus & September 2019 - serangkaian repitisi

Bulan yang benar-benar membosankan. Setiap hari yang terlewati terasa sama, tidak ada yang berubah. Hidupku lebih tepatnya mirip lagu yang dilantunkan oleh pemutar musik, yang ketika telah habis semua lagu akan mengulang kembali lagu yang sama. 
Aku berjuang dibawah atap langit yang sama denganmu, berusaha menghapusmu dari pikiranku. Namun sayang semua tentangmu sudah menempati relung hati. Ada dirimu disana. Sementara kamu mantap menatap ke arah yang lain. Sungguh aku benci pemandangan ini.
Agustus, jika merdeka artinya bebas dari belenggu penjajah. Maka ijin aku merdeka dari belenggu cinta terlarang ini.
September, jika pahlawan revolusi gugur di bulan ini, aku berharap luka ini lekas hilang. Aku sudah cukup menderita. 


Rabu, 30 Oktober 2019- selamat tinggal almamater tercinta

Tidak ada waktu yang tepat untuk mengucapkan selamat tinggal. Namun waktu selalu tak pernah menunggu kita. Ibarat air sungai, ia terus mengalir tanpa ujung, kita hanyalah dedaunan kering yang pasrah terbawa arus hingga hancur dan melebur bersama arus sungai.
Lagi-lagi semesta memberikan kado istimewanya, bidadari yang pernah menaklukkan senja kota ini hadir disini. Aku kemudian teringat kata-kata orang, dia yang menemanimu saat wisuda bukanlah dia yang akan menemanimu di pelaminan. Aku tertawa kecil, "orang-orang itu benar-benar peramal yang buruk".
Oktober, jika benar kata orang-orang itu, ku mohon jangan kau dengarkan. Aku telah melakukannya. 

Jumat, 08 November 2019- pengasingan Sabu Raijua

Aku tak tahu kapan harus benar-benar mengucapkan selamat tinggal. Namun diambang batas perpisahan ini, keikhlasanku melepaskanmu harus sama besarnya dengan perjuanganku mempertahankanmu. Bukan apa-apa, aku hanya ingin kamu tahu kamu tetap istimewa. 
Setelah menyelesaikan kewajibanku, aku menerima beberapa tawaran kerja di negeri 1000 lontar, sabu Raijua. Aku berpikir mungkin hatiku akan sembuh disana, mungkin aku akan benar-benar melupa disana. Naas semakin jauh aku mencoba berlari, pada langkah terakhir dari pelarianku hanya ku temukan dirimu. Hanya dirimu. Aku malah disiksa rindu di tanah orang. Hidup ini benar-benar mempermainkanku.
November, aku pernah berjuang melupakan namun rasanya tak pernah sesulit ini. Tak pernah seberat ini, bahkan waktu pun tak mampu berbuat apa-apa.

Desember 2019- pamit undur diri

Segalanya telah berakhir. Suka tidak suka, waktunya telah tiba. Empat tahun telah selesai. Saatnya Melepaskan diri dari cengkeraman kota yang sangat ku cintai dengan segala yang pernah terjadi. Desember, ini yang ku takutkan. Kamu datang terlalu cepat. Sungguh aku benci mengucapkan selamat tinggal, aku benci bercengkrama dengan rindu. Namun hidup harus terus berlanjut. Beberapa ego harus ditanggalkan. 
Untukmu pemilik rinduku, selamat tinggal dan sampai jumpa di lain waktu. Aku akan benar-benar merindukanmu.



2019, terima kasih untuk setiap tetesan air mata akibat luka dan bahagia. Terima kasih untuk pelajaran berharga yang kau ciptakan atas diri ini. Aku akan mengenangmu dengan sebaik-baiknya. Karena di tahun belasan yang terakhir abad dua puluh ini, aku diberikan kesempatan mencintai salah satu hamba terbaik yang Tuhan ciptakan. Aku tak tahu kapan rasa ini akan mati, aku berharap demikian. Aku lelah memelihara rasa yang tak dipelihara oleh dia yang mengambil segala rasa yang ku punya. Aku berharap, sangat berharap. Namun semesta berkata lain, sampai tahun belasan yang terakhir abad dua puluh harus ku lepas, aku sungguh tak ingin kehilangan rasa ini, mencintaimu tanpa henti.
Aku bahkan hampir tidak ingat sejak kapan mulai mencintaimu, satu yang ku tahu, kamu masih satu-satunya pemilik rasa ini. Entah sampai kapan, ku harap ku tahu. 



Kefamenanu, 01Januari 2020



Post a Comment

3 Comments