Tanpa sadar, malam telah menemui pagi. Rembulan kembali mengikhlaskan malamnya direnggut mentari. Bintang-bintang pun tak keberatan di usir dari pelataran langit. Sementara langit bertransformasi dari hitam pekat menjadi benderang. Rupanya hari telah berganti. Hari ini, hari terakhir dari tahun yang membosankan.
Fajar yang menyingsing dari ufuk timur pertanda hari telah dimulai. Suka tidak suka, mau tidak mau, beberapa mimpi indah harus dijeda, saatnya berhadapan dengan dunia nyata. Namun pernahkah kamu bermimpi bahkan dalam keadaan terjaga? Yang aku tahu, saat terjaga orang punya impian bukan mimpi. Lalu mengapa yang ku punya hanya mimpi? Rupanya aku masih konsisten dengan kebodohan ini.
Waktu terus berlalu, fase kehidupan terus berubah, lantas mengapa gejolak hati tak kunjung reda setelah melarikan diri ke beberapa tempat? Rupanya tak ada tempat paling aman untuk bersembunyi, sekedar mengistirahatkan hati dari sayatan-sayatan kecil akibat terlalu mengingat. Aku berusaha mencoba melelahkan diri ini, berharap berhenti menjadikan diri tawanan bayang-bayang kisah lampau.
Hai kamu yang berjubah api, apa kabar? Aku merindukanmu. Akhir-akhir ini, beberapa hal muncul dalam pikiran tanpa aba-aba, wajahmu misalnya. Memenjarakanku dalam jeruji ingatan yang tercipta entah oleh siapa. Menerobos kepalaku tanpa ku sadari. Sungguh, aku sangat merindukanmu. Teramat sangat.
Sekeras apapun aku mencoba melepaskan diri, ujungnya hanya akan ku temui dirimu berdiri kokoh memandangiku penuh rasa iba. Menggiringku kembali kedalam kurungan masa lalu. Masa lalu seolah tak memberikanku tempat untuk hidup di masa depan. Ia terlalu mencintaiku, tidak rela menjadikanku bagian dari masa depan. Menahan langkahku untuk terus berada pada garis waktu yang dibuatnya.
Garis yang katanya takdir, tidak diciptakan namun diakui keberadaannya. Tak perlu ditawar, melainkan diterima untuk dijalani.
Aku percaya Kita bukanlah robot, yang hanya akan patuh pada satu perintah. Kita percaya pada takdir, yang mengalir dan berarus. Namun kita punya hak dan kesempatan mendayung untuk mengubah lajunya. Bukan sekedar menunggu, bukan sekedar ikut dalam laju. Sekalipun kita harus melawan arus, yakinlah bahwa bukan arusnya yang terlalu besar tapi perahu kita yang terlalu kecil. Aku menikmati setiap prosesnya, terus mendayung walau tahu aku pasti akan tenggelam.
Untukmu, tujuanku mendayung, maaf menjadikanmu tujuan tanpa ijinmu. Maaf masih terus mencintaimu tanpa tahu diri. Tenang saja, aku masih menjaga batasanku.
Biar ku persingkat, mari kita saling bersemoga. Aku menyemogakanmu, kamu menyemogakannya. Lalu mari kita lihat semoga siapa yang Tuhan kabulkan, karena hingga saat ini ketetapan yang tepat belum dipastikan.
Biar ku persingkat, mari kita saling bersemoga. Aku menyemogakanmu, kamu menyemogakannya. Lalu mari kita lihat semoga siapa yang Tuhan kabulkan, karena hingga saat ini ketetapan yang tepat belum dipastikan.
02:45 WITA.
Pengasingan, 31 Desember 2019
2 Comments