.....
Siang ini daratan sabu seperti dibakar hangus mentari
Dibawah kaki bukit aku bercerita dengan Tuhan
Setelah mendoakan ayah, ibu dan adik-adik
Aku mendoakanmu baik-baik saja disana
Dibawah teriknya matahari aku memeluk kenangan kita
Kita yang pernah saling melengkapi
Walau akhirnya tak lengkap
Detak jantung kita pernah seirama
Pun doa kita pernah sama
Tangan kita pernah tak ingin saling melepas
Kita lebih luas dari cakrawala
Tak terdefinisikan
Wajar saja jika aku selalu mengingatmu di setiap jeda rutinitasku
Kau adalah satu-satunya bidadari yang pernah ku perjuangkan mati-matian
Sebelum puncaknya membuat jiwaku mati sungguhan
Kau adalah satu-satunya bidadari yang selalu ku semogakan
Sebelumnya Akhirnya membuatku kehilangan diriku sendiri
Saat mentari hendak berubah jingga
Aku bergegas menuju puncak bukit
Mencari keindahan di sudut cakrawala
Dilangit jingga yang engkau tatap
Ada seberkas rindu yang aku titip
Dimana?
Apa kabar?
Sedang apa?
Dengan siapa?
Begitu banyak tanya yang hendak terucap, namun bibir ini kaku
Aku hanya bisa menyimpan sepenggal puisi di pelataran langit
Berharap akan kau baca
Atau jika tidak sekalipun, Paling tidak kamu tahu
Disini, di negeri bidadari manis aku merindukanmu
Akhirnya waktu perlahan menyamarkanku dari hidupmu
Adalah gengsi yang membuatku tak mau menyapamu
Mungkin kamu pun demikian; bertahan di tepian ego
Tak mau jadi orang pertama yang mengucapkan salam
Seorang teman lalu menepuk pundakku
"Untuk bersyukur, ada kalanya kita perlu menengadah ke langit
Ada kalanya kita menunduk, melihat ke daratan
Jika tak banyak lagi yang bisa dilakukan, berdoalah
Tuhan tak pernah dengan sengaja menjadi tuli saat hambanya meminta"
Aku kembali memandang mentari yang sudah tenggelam setengahnya
Dan awan gelap yang pelan berusaha menutup jagat raya
Aku tahu disana akan ku jumpai dirimu
Sabu-Raijua, 8 November 2019
0 Comments