Oleh: Eddy A.
"Masih" yang tidak lelah
"Sudah" yang sia-sia
......
Malam mulai membekukan kota yang perlahan diselimuti kabut tipis, kala makhluk bernama "Aku" sedang berjuang menolak lupa untuk melupa dibawah kolong langit yang bertaburan gemintang. Sunyi mencekam, diam mengusik dan menghanyutkan, membiarkan imajinasiku berkeliaran diantara rembulan dan bintang-bintang, diantara lorong perjumpaan dan selamat tinggal.
Kita sering lupa atau menolak ingat bahwa selalu ada " antara" diantara kita. Antara pagi dan sore ada siang, antara selamat datang dan selamat jalan ada selamat menikmati, antara perjumpaan dan selamat tinggal ada kisah kita yang terlukis indah diatas lembaran kehidupan. Kisah yang adalah bingkai dari cita dan cinta, dari asa dan rasa yang melebur menjadi satu dari sekian semoga dan senantiasa akan selalu jadi perbincangan hangat antara aku dan Pencipta kita.
"Kita tidak bisa menghindari datangnya malam yang menawarkan kedinginan dalam gelap, kesunyian diantara ribuan bintang, tapi jika kita pandai bersyukur, malam adalah saat yang paling tepat untuk menjadi diri sendiri, kita tidak perlu bersembunyi dalam keramaian atau membungkus duka dalam senyuman karena sesungguhnya malam adalah diri kita yang sebenarnya saat siang. Malam adalah saat dimana kita mengistirahatkan kepura-puraan kita sepanjang hari dan menjadi manusia yang merdeka. Menangis dan tertawa tanpa perlu memikirkan tentang apa kata dunia".
Namun, malam bukan akhir dari segalanya, gelap akan tergantikan terang, dingin pun akan sirna kala mentari mulai mengintip bumi dari jendela paling timur, mengusir kawanan bintang dari tribun penonton yang asik menyaksikan aku dikalahkan kembaranku bernama saya. Iya aku dikalahkan oleh diriku sendiri, yang terjebak hingga tersesat diantara memori perjumpaan dan selamat tinggal.
Pagi yang datang bersama mentari memberikan kehangatan, harapan serta kehidupan yang baru. Segalanya begitu terang, bahkan sebelum direnggut lagi oleh gelapnya malam, ia mengubah langit biru menjadi jingga-peristiwa senja yang mengajarkan kepada kita bahwa tidak peduli seberapa tersiksanya kita saat malam, selalu ada sesuatu yang indah menanti kita esok. Janji semesta yang tidak pernah diingkari.
Namun yang indah itu bukan disebabkan oleh sesuatu yang baru, langit yang selalu jingga saat petang tidak dibakar oleh mentari yang lain.
Di antara lorong perjumpaan dan selamat tinggal yang kian sepi lagi tak berpenghuni, aku bercerita bersama bayang-bayang kisah yang terpenggal menjadi serpihan kenangan. Ku satukan segalanya dalam lipatan tanganku sambil berbisik pelan; " Tuhan, aku mencintai-Mu melebihi segalanya dan tidak bisa ditukarkan dengan apapun bahkan dengan nyawaku sekalipun, tapi jika ini tidak keterlaluan, ijinkan aku meminta salah satu hamba-Mu yang kau ciptakan diseberang benteng tinggi itu, aku ingin dia menjadi teman, sahabat yang menemani sisa umurku ini, karena aku tidak perlu berusaha bahagia, itu terjadi saat aku bersamanya".
Ada "cita dan cinta" yang menolak pudar, ada "asa dan rasa" yang menolak mati.
Aku tidak boleh memaksa, tapi aku belum mau menyerah sekarang..
"Ketika realita tak sesuai ekspektasi, kita bisa mengangkat tangan untuk menyerah atau mengangkat tangan untuk berdoa. Ku harap kalian memilih yang kedua, karena itulah alasannya kenapa di setiap doa ada semoga".
2 Comments
Menarik...
Tapi siapakah ini?😁