......
Jarum jam terus berputar, hari berganti hari, bulan datang dan pergi. Cerita baru kian terlukiskan pada lembaran perjalanan hidup kita, hingga memaksa kita terlampau lelah membaca cerita kemarin. Kita sibuk melengkapi kisah yang harus terus berlanjut hingga lupa bahwa ada cerita hebat yang perlahan usang dalam lembaran kehidupan masa lalu. Pada akhirnya kita terlarut dalam pasrah dan menolak untuk sekedar mengingat kisah yang begitu indah walau hanya satu paragraf dari lembaran kisah itu.
Lelah dan pasrah mungkin itu jawabannya, kita yang terlalu cepat berlalu hingga mengabaikan kesempatan bernama sabar, menutup peluang bahagia, hingga akhirnya kita pun kembali pada titik awal perjalanan kita. Berjalan pada jalan kita masing-masing.
Ada apa dengan kita?
Kita yang dulunya saling merindukan bahkan setelah baru bertemu, kita yang dulu saling mencari ketika salah satunya menghilang karena kesibukan, kita yang dulunya saling berbagi cerita, bercanda hingga salah satunya tertidur, kini seperti orang asing yang ketika hendak memulai obrolan takut mengganggu, bahkan hanya untuk mengatakan "Assalamualaikum dan selamat pagi" pun kita tak sanggup.
Kamu berubah menjadi sosok dingin yang menghemat setiap kata di kolom obrolan kita, lalu perlahan mulai menyamarkan tiap kebiasaan-kebiasaan lama kita, hingga akhirnya kamu hilangkan begitu saja.
Sementara aku yang begitu pengecut, lari begitu saja menjauh dari kenyataan yang tidak bisa aku terima, mengasingkan diri ratusan kilometer dari kota yang tiap sudut langitnya telah tergores seluruh kenangan kita. Aku yang begitu lemah, tak mampu berdamai dengan diri sendiri. Bahkan untuk tersenyum pun aku butuh topeng.
Sekeras apapun aku berusaha, pada akhirnya aku tetaplah aku, yang terlanjur memilihmu menjadi tempat pulangku sebelum waktunya. Hingga pelarianku sia-sia, iya aku hanyalah pengecut yang gagal sekalipun sudah berlari begitu jauh. Aku benar-benar telah gagal dalam kegagalan untuk tidak melupakanmu.
Bahkan sekalipun tidak lagi berada pada kota yang mempertemukan dan menjadi saksi dari kisah dua anak manusia yang terpaksa pisah, semua tentangmu senantiasa terus bersamaku. Aku pun tersadar, hati dan pikiranku perlu ku damaikan terlebih dahulu.
Tolong ajari aku bagaimana caranya mengucapkan selamat tinggal dengan begitu mudah, seperti yang sudah kamu lakukan.
Untukmu yang aku tak tahu bagaimana kamu menjalani hari-harimu sekarang, dengan siapa keluh kesah yang dulu ku dengar kau bagi sekarang, untukmu yang masih saja terlintas disela ingatanku.
Aku menyadari aku bukan lagi tempat pulangmu pun bukan lagi tempat berbagimu semenjak kita memutuskan untuk menyusuri jalan kita masing-masing.
Tapi jangan pernah mencoba untuk tak terlihat, karena aku yang mulai tua termakan usia ini mungkin akan sangat kesulitan mencarimu...
Ketika tulisan ini kamu baca, maka maafkan aku yang tak bisa berhenti mencintaimu. Maafkan aku yang begitu bodoh untuk menerjemahkan arti merelakan yang kamu katakan berulangkali.
Maafkan juga aku yang tak sekuat dirimu, maafkan aku yang begitu memalukan mengaku kalah dihadapanmu.
Harus ku akui, kamu adalah manusia terkuat yang pernah ku temukan, dan benar katamu, "tidak ada duanya".
Oleh : EA
#comingsoon_Perjalanan Menghapus luka
Ada apa dengan kita?
Kita yang dulunya saling merindukan bahkan setelah baru bertemu, kita yang dulu saling mencari ketika salah satunya menghilang karena kesibukan, kita yang dulunya saling berbagi cerita, bercanda hingga salah satunya tertidur, kini seperti orang asing yang ketika hendak memulai obrolan takut mengganggu, bahkan hanya untuk mengatakan "Assalamualaikum dan selamat pagi" pun kita tak sanggup.
Kamu berubah menjadi sosok dingin yang menghemat setiap kata di kolom obrolan kita, lalu perlahan mulai menyamarkan tiap kebiasaan-kebiasaan lama kita, hingga akhirnya kamu hilangkan begitu saja.
Sementara aku yang begitu pengecut, lari begitu saja menjauh dari kenyataan yang tidak bisa aku terima, mengasingkan diri ratusan kilometer dari kota yang tiap sudut langitnya telah tergores seluruh kenangan kita. Aku yang begitu lemah, tak mampu berdamai dengan diri sendiri. Bahkan untuk tersenyum pun aku butuh topeng.
Sekeras apapun aku berusaha, pada akhirnya aku tetaplah aku, yang terlanjur memilihmu menjadi tempat pulangku sebelum waktunya. Hingga pelarianku sia-sia, iya aku hanyalah pengecut yang gagal sekalipun sudah berlari begitu jauh. Aku benar-benar telah gagal dalam kegagalan untuk tidak melupakanmu.
Bahkan sekalipun tidak lagi berada pada kota yang mempertemukan dan menjadi saksi dari kisah dua anak manusia yang terpaksa pisah, semua tentangmu senantiasa terus bersamaku. Aku pun tersadar, hati dan pikiranku perlu ku damaikan terlebih dahulu.
Tolong ajari aku bagaimana caranya mengucapkan selamat tinggal dengan begitu mudah, seperti yang sudah kamu lakukan.
Untukmu yang aku tak tahu bagaimana kamu menjalani hari-harimu sekarang, dengan siapa keluh kesah yang dulu ku dengar kau bagi sekarang, untukmu yang masih saja terlintas disela ingatanku.
Aku menyadari aku bukan lagi tempat pulangmu pun bukan lagi tempat berbagimu semenjak kita memutuskan untuk menyusuri jalan kita masing-masing.
Tapi jangan pernah mencoba untuk tak terlihat, karena aku yang mulai tua termakan usia ini mungkin akan sangat kesulitan mencarimu...
Ketika tulisan ini kamu baca, maka maafkan aku yang tak bisa berhenti mencintaimu. Maafkan aku yang begitu bodoh untuk menerjemahkan arti merelakan yang kamu katakan berulangkali.
Maafkan juga aku yang tak sekuat dirimu, maafkan aku yang begitu memalukan mengaku kalah dihadapanmu.
Harus ku akui, kamu adalah manusia terkuat yang pernah ku temukan, dan benar katamu, "tidak ada duanya".
Oleh : EA
#comingsoon_Perjalanan Menghapus luka
0 Comments