Advertisement

Responsive Advertisement

Perjalanan Menghapus Luka- Bagian Kedua


Aku bangga pernah,masih dan mungkin akan selalu mencintaimu.

Aku senang saat tahu kamu juga begitu mencintaiku.

Namun mengapa kita tak pernah bisa menua bersama?

••••••

**
Luka akibat benturan keras dari kecelakaan tunggal yang kami alami perlahan mulai terasa perih, walau tak seperih sayatan di hati yang ku bawah pergi tanpa pernah menyembuhkannya. Kakiku masih gemetaran, pun senyumku hilang disembunyikan rasa takut. Lidahku kaku, tak mampu berkata saat tanya terus terdengar, "Tempat ini sudah banyak memakan korban. Adik mereka mau kemana? Bagaimana ceritanya adik mereka sampai terjun ke jurang? Untung adik mereka tidak sial, kalau tidak....," kalimat itu terhenti,seolah dibiarkan kosong untuk ku isi dengan akal sehatku. Bagaimana mungkin mereka berbicara tentang kematian pada orang hidup yang merasakan kematian setiap saat?

**
Aku tak berpikir akan mati secepat ini, rasa yang dipaksa mati itu ikut mematikan jiwa.

Raga ini tak lagi bertuan, sejak suratan Takdir yang kau percayai itu merebutmu dari hidupku.

Kita tak pernah meminta terlahir berbeda, lalu mengapa kita harus memutuskan untuk mengakhiri perbedaan?

Katanya untuk menyatukan perbedaan, Tuhan menganugerahkan rasa yang begitu megah bernama cinta,lalu mengapa kita dipisahkan karena alasan saling mencintai?
**

Setalah cukup terdiam, ku ucapkan terima kasih. Tuhan menyelamatkanku dari maut,ini seperti pertanda tugasku di dunia yang fana ini belum selesai,entah apa itu, yang ku tahu rintihan suara minor dari pelosok desa harus tersampaikan ke telinga para penjahat berdasi di ruangan ber-AC dengan kursi putarnya. Tidak, bukan hanya tersampaikan, melainkan dihentikan dan diganti dengan harapan bahwa mereka masih bisa tersenyum.

Kami pun bergegas melanjutkan perjalanan menuju kota Soe yang dikenal dengan kota dingin, begitulah orang disini menyebutnya. Dingin, mungkin cuaca ini akan mampu memadamkan rasa pedih yang amat membara, tak lekang oleh waktu walau bulan terus berganti. Butuh waktu 1 jam untuk sampai ke pusat kota dingin itu. Ketika kita berjalan dengan niat baik, maka kebaikan akan senantiasa menolong kita selama perjalanan. Mungkin kalimat ini tepat menggambarkan situasi kami saat itu. Saat tiba di kota Soe, rupanya berita tentang kecelakaan kami sudah sampai ke telinga seorang teman disana. Kami pun dijemput untuk mengobati luka akibat kecelakaan tadi.

Saat hari mulai melepas senja, kami melanjutkan perjalanan menuju pelosok desa yang terletak cukup jauh dari ibukota kabupaten itu. 2 jam perjalanan kira-kira lamanya. Hari semakin malam, jalan semakin curam, tak ada aspal,cuma bebatuan besar dengan lubang berbaris-baris. Lampu motor tak mampu menembus kabut tebal sepanjang perjalanan. Kira-kira lampu jauh dari motor yang kami kendarai hanya mampu menerangi kurang dari 1 meter jalan didepannya. Sungguh kami seperti berjalan menuju kematian.

Tarikan gas motor mulai tak sanggup setelah beberapa menurun tajam dan tanjakan yang membelah gunung kami lewati. Rupanya baru setengah jalan perjalanan kami. Jika manusia saja bisa lelah, bagaimana mungkin barang ciptaannya tak kenal lelah? Meski berada di tengah hutan yang dipenuhi kabut tebal dengan dingin yang tidak bisa diajak kompromi,Kami memutuskan untuk sedikit mengistirahatkan mesin motor yang mulai kelelahan.

Aku bersandar pada tas bawaanku, sambil memandang langit malam yang dipenuhi gemintang, juga ingar bingarnya kota dari puncak gunung tempat kami beristirahat. Sungguh mataku dimanjakan dengan keindahan langit malam di puncak gunung yang jarang didatangi pemimpin daerah ini. Katanya Mereka pernah datang mengemis dukungan, jika tidak salah sudah lama sekali,sejak pergelaran pemilihan umum. Miris, bagaimana mungkin negeri ini menempatkan pengemis-pengemis itu di rumah megah milik rakyat? 
Ah sudahlah, ini sudah lumrah,menjadi murah demi jabatan dunia. Datang dengan beribu janji, pulang hilang sisakan tanya bagi mereka yang hanya tahu percaya.

Aku tertawa kecil memikirkan drama para penjahat berdasi itu sambil mengangkat perangkat android dari ranselku. Meski ku tahu tak ada signal, aku hanya ingin memastikan,mungkin ada pesan yang masuk saat dalam perjalanan. Mataku langsung tertuju pada tulisan info pemilik dilayar kunci ponselku,"Ugly". Ah sial satu kata ini seakan merobohkan semangatku, ia milik masa lalu yang tak mampu ku tinggalkan, ia ku bawa pergi saat hari terus merangkak maju. Aku tersenyum memandangi kata itu, pikiranku telah sampai ke kota kurang, tempat dimana aku mulai menyukai kata ini.
**
Untukmu, yang sering ku sebut pemilik semua rasaku. Aku tak tahu darimana semua ini dimulai hingga akhirnya menjebakku pada ketidaktahuan untuk mengakhirinya.
.
Satu yang ku tahu, aku tak pernah mencarimu, mataku saja yang nakal, menemukanmu ketika raga sedang beristirahat dari derasnya gejolak hati.
**
Setelah cukup beristirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan. Kira-kira tersisa satu gunung lagi yang harus kami lewati. Kali ini kami lebih siap, mungkin sudah mulai terbiasa dengan jalanan berlubang ini. 1 jam perjalanan akhirnya mengantarkan kami ke tengah perkampungan. Suasana di sana benar-benar berbeda;tenang tanpa suara bising. Dalam banak aku berkata, "hatiku telah menemukan tempatnya untuk sembuh".

**
Untuk hatiku,jika kamu butuh tenang untuk sembuh,disinilah tempatmu.
Jika kamu waktu untuk pulih, sekaranglah waktunya.

Besok belum tentu memberikan kepastian kamu akan sembuh,juga tempat lain belum tentu menjanjikan.

Jangan menunggu lagi, raga ini tersiksa berjalan tanpa jiwa yang entah kemana.
Dengarkan pikiran, ia begitu mencintaimu, tak ingin kau terus menanggung luka.
**
Kami akhirnya tiba di Rumah seorang teman yang bersedia menampung kami selama beberapa hari ke depan......


Bersambung!!

Soe, Sabtu 06 Juni 2020

Cooming soon "Perjalanan Menghapus Luka- Bagian III"

**
Betapapun pikiran terus berusaha melupa, hati selalu saja kalah dan merindu,rasa ini teramat kuat.

Kakiku terus berusaha melangkah mundur,sementara  hatiku masih saja tertinggal
Sibuk mengeja nama yang telah terlukis begitu indah disana

Aku ingin lelah,aku ingin berhenti tapi mengapa enggan ini masih merantai?





Post a Comment

0 Comments