Anak-anak kecil nan mungil itu tertawa lepas menutup luka yang begitu dalam. Oleh ibu harapan terakhir semenjak ayah tiada, mereka ditinggalkan, Kini yang tersisa hanyalah ibu Pertiwi. Ibu yang mereka harapkan dapat memeluk mereka saat kedinginan, dapat memberi sesuap nasi kala lapar.
Jauh sebrangi lautan mengais rejeki di negeri orang, mengumpulkan rupiah demi cerahnya masa depan sang buah hati. Oleh kaum pemilik segudang dolar mereka disiksa, dieksploitasi, bahkan dikirim kembali dalam keadaan tak bernyawa. Ibu Pertiwi menangis, melihat anak-anaknya pulang tanpa suara, tanpa senyuman, terbaring dalam peti mati hadiah negeri seberang.
Wajah polos dan lugu itu bercucuran air mata, menjemput bunda yang selalu ia rindukan. Bunda yang wajahnya bahkan hampir terlupakan. Negara menyampaikan belasungkawanya, datang tanpa beban berikan santunan. Rupanya nyawa anak ibu Pertiwi kini sudah dirupiahkan. Ah sudahlah kami benci dengan trik lama yang selalu kalian tawarkan tanpa pernah temukan solusi.
Diatas podium teriakan kesejahteraan, janjikan hadir ditengah gersangnya kehidupan. Tapi mendadak amnesia kala dibutuhkan. Teriakan lantang itu perlahan pelan hingga tak terdengar. Inikah yang namanya mensejahterakan? Entahlah logika telah mati menjelaskannya.
Dibawah sang saka merah putih, pemerintah kehilangan taringnya. Merah yang mencerminkan keberanian pun tak menggambarkan cerminan itu apalagi perihal kesucian hati. Semua dibutakan kepentingan perut. Bagaimana mungkin mereka makan dengan lahapnya dimeja makan sementara rakyatnya tidur memeluk perut kosong?
74 tahun merdeka, bebas dari belenggu penjajah namun terjerumus ke dalam liang lahat bernama kapitalisme. Penjajahan yang dilakukan pelan-pelan, namun lebih kejam dari romushnya Jepang . Pemerintah diam seribu bahasa, memilih bungkam demi sekoper rupiah. Sementara rakyat terus menguyah bara api.
Sampai kapan air mata ibu Pertiwi harus tumpah melihat anak-anaknya menderita akibat ulah saudara setanah airnya? Tak cukupkah hujan di negeri ini? Berhentilah tuan, rakyat-rakyatmu ingin merdeka seutuhnya.
0 Comments