Jika aku tak bisa memilikinya didunia ini
Bolehkah aku memilikinya dikehidupan selanjutnya?
Jika aku tak bisa memilikinya didunia ini
Bolehkah aku memilikinya di Surga-Mu nanti Tuhan?
.......
Waktu bergulir begitu cepat, mentari terbit dan tenggelam untuk kesekian kalinya, pagi terus berganti malam, senja terus tenggelam di ujung barat bumi, namun ada yang terus terselamatkan, sesuatu yang indah bernama rasa. Ia tetap tinggal dan bersemayam dalam lubuk hati yang paling dalam, menjelma menjadi satu nama yang terlukis begitu indah.
Aku terdiam, menyeruput kopi panas ditemani sebatang rokok sembari memandang langit yang perlahan kehilangan terangnya. Semua yang berlalu begitu cepat menyadarkanku bahwa ada yang ikut terambil dari hidup ini. Rasa yang ku banggakan ikut pergi bersama bayang yang perlahan samar dalam kegelapan hingga tiada.
Hidup hanyalah sebuah Antonim diantara ribuan bahkan jutaan makna. Awal akan berakhir, datang akan pergi, terbit akan tenggelam, jatuh cinta akan patah hati. Hidup sangat sederhana, manusia saja yang cenderung ribet, dengan begitu menggebu-gebu kita sering terlalu lampau bahagia saat jatuh cinta hingga lupa bahwa hati kita bisa patah kapan saja. Dengan begitu bangga kita merasa dunia seakan hanya milik kita hingga tak ingat bahwa dunia bukan hanya tentang perasaan kita, tapi lebih dari itu dunia adalah tentang bagaimana perasaan orang-orang disekitar kita.
Betapapun kita berusaha mengubah arah takdir, pada akhirnya takdir hanya bisa tunduk pada kekuatan doa sebelum menjelma menjadi pasrah yang berujung mengikhlaskan. Kita tidak diberikan kesempatan untuk memilih lahir dari keluarga mana ataupun golongan mana tapi kita bisa memilih keluarga seperti apa yang akan kita bangun nanti.
Pemikiran semacam ini cenderung hadir untuk menguatkan hati yang telanjur rapuh, namun tidak pernah berhasil menyembuhkan. Patah hati ibarat kaca pecah, kamu bisa menata kembali kaca yang pecah tapi tidak akan sebaik semula. Kamu bisa mengobati patah hatimu tapi tidak menyembuhkan, akan ada serpihan-serpihan trauma yang menguntit hari-harimu. Lalu mencari celah menterormu kala ada kesempatan.
Aku pernah tulus mencintaimu seperti mentari yang menyinari dunia, tanpa pamrih. Aku pernah mencoba mengikhlaskanmu seperti langit yang ikhlas membiarkan senja berlalu, kemudian dengan sukarela menyambut fajar. Namun aku kalah oleh kenyataan bahwa aku masih mencintaimu seperti bintang yang tidak selalu kelihatan tapi selalu ada.
Aku pernah jatuh cinta, tapi tidak pernah seindah ini, pernah patah hati tapi tak pernah sepatah ini. Aku pernah begitu lantang menyuarakan aku kuat namun apa daya, ada tetesan air mata mengalir di penghujung malam. Kehidupan memberikanku pukulan sadis tanpa kasihan. Tragedi 7 Oktober 2018, Kala ksatria tangguh harus jatuh tersungkur di tanah, belum juga bangkit sudah ditimpah tragedi 6 Maret 2019.
Pada akhirnya, kehidupan tidak akan pernah puas menghajarmu sebelum kamu benar-benar babak belur, Kehidupan tidak akan pernah lelah menghakimimu sebelum kamu merasa dunia tidak adil memperlakukanmu.
Benar, kehidupan ini kejam untuk orang-orang lemah, untuk mereka yang dengan mudahnya meneteskan air mata lalu merengek minta pertolongan yang Kuasa, sayangnya aku salah satu dari mereka yang merengek sekedar menyemogakan ketidakmungkinan.
Untuk semua yang telah terjadi, terima kasih untuk semesta yang sudah mengajarkan banyak hal, cinta, komitmen, kepercayaan juga kesempatan bertemu sosok istimewa. Sosok yang membuat hidupku lebih berwarna, sosok yang mengajarkanku apa arti sebuah prinsip,komitmen, juga arti cinta yang sebenarnya.
Terima kasih untuk ruang yang kau sediakan, tempat kisah ini diukir.
Akankah cintaku sebatas tali toga, tali dipindah-sayonara cinta? atau abadi seperti langit yang terus mencintai senja sekalipun senja tidak selamanya memberikan keindahan? Apapun itu, aku menantikan kejutanmu selanjutnya,SEMESTA:)
Eddy.A
Kupang-Penghujung Juli, 2019
Aku terdiam, menyeruput kopi panas ditemani sebatang rokok sembari memandang langit yang perlahan kehilangan terangnya. Semua yang berlalu begitu cepat menyadarkanku bahwa ada yang ikut terambil dari hidup ini. Rasa yang ku banggakan ikut pergi bersama bayang yang perlahan samar dalam kegelapan hingga tiada.
Hidup hanyalah sebuah Antonim diantara ribuan bahkan jutaan makna. Awal akan berakhir, datang akan pergi, terbit akan tenggelam, jatuh cinta akan patah hati. Hidup sangat sederhana, manusia saja yang cenderung ribet, dengan begitu menggebu-gebu kita sering terlalu lampau bahagia saat jatuh cinta hingga lupa bahwa hati kita bisa patah kapan saja. Dengan begitu bangga kita merasa dunia seakan hanya milik kita hingga tak ingat bahwa dunia bukan hanya tentang perasaan kita, tapi lebih dari itu dunia adalah tentang bagaimana perasaan orang-orang disekitar kita.
Betapapun kita berusaha mengubah arah takdir, pada akhirnya takdir hanya bisa tunduk pada kekuatan doa sebelum menjelma menjadi pasrah yang berujung mengikhlaskan. Kita tidak diberikan kesempatan untuk memilih lahir dari keluarga mana ataupun golongan mana tapi kita bisa memilih keluarga seperti apa yang akan kita bangun nanti.
Pemikiran semacam ini cenderung hadir untuk menguatkan hati yang telanjur rapuh, namun tidak pernah berhasil menyembuhkan. Patah hati ibarat kaca pecah, kamu bisa menata kembali kaca yang pecah tapi tidak akan sebaik semula. Kamu bisa mengobati patah hatimu tapi tidak menyembuhkan, akan ada serpihan-serpihan trauma yang menguntit hari-harimu. Lalu mencari celah menterormu kala ada kesempatan.
Aku pernah tulus mencintaimu seperti mentari yang menyinari dunia, tanpa pamrih. Aku pernah mencoba mengikhlaskanmu seperti langit yang ikhlas membiarkan senja berlalu, kemudian dengan sukarela menyambut fajar. Namun aku kalah oleh kenyataan bahwa aku masih mencintaimu seperti bintang yang tidak selalu kelihatan tapi selalu ada.
Aku pernah jatuh cinta, tapi tidak pernah seindah ini, pernah patah hati tapi tak pernah sepatah ini. Aku pernah begitu lantang menyuarakan aku kuat namun apa daya, ada tetesan air mata mengalir di penghujung malam. Kehidupan memberikanku pukulan sadis tanpa kasihan. Tragedi 7 Oktober 2018, Kala ksatria tangguh harus jatuh tersungkur di tanah, belum juga bangkit sudah ditimpah tragedi 6 Maret 2019.
Pada akhirnya, kehidupan tidak akan pernah puas menghajarmu sebelum kamu benar-benar babak belur, Kehidupan tidak akan pernah lelah menghakimimu sebelum kamu merasa dunia tidak adil memperlakukanmu.
Benar, kehidupan ini kejam untuk orang-orang lemah, untuk mereka yang dengan mudahnya meneteskan air mata lalu merengek minta pertolongan yang Kuasa, sayangnya aku salah satu dari mereka yang merengek sekedar menyemogakan ketidakmungkinan.
Untuk semua yang telah terjadi, terima kasih untuk semesta yang sudah mengajarkan banyak hal, cinta, komitmen, kepercayaan juga kesempatan bertemu sosok istimewa. Sosok yang membuat hidupku lebih berwarna, sosok yang mengajarkanku apa arti sebuah prinsip,komitmen, juga arti cinta yang sebenarnya.
Terima kasih untuk ruang yang kau sediakan, tempat kisah ini diukir.
Akankah cintaku sebatas tali toga, tali dipindah-sayonara cinta? atau abadi seperti langit yang terus mencintai senja sekalipun senja tidak selamanya memberikan keindahan? Apapun itu, aku menantikan kejutanmu selanjutnya,SEMESTA:)
Eddy.A
Kupang-Penghujung Juli, 2019
0 Comments